PENGEMBANGAN
KEPUTUSAN DAN LAPORAN-LAPORAN MANAJEMEN
Pengertian pengambilan
keputusan dalam organisasi tidak terlepas dari apa yang dimaksud dengan
keputusan. Menurut Robbins and Coulter, keputusan adalah membuat pilihan dari
dua atau lebih alternatif.[1] Mengapa keputusan harus dibuat? Keputusan dibuat
karena ada masalah. Apa yang dimaksud masalah? Masalah adalah kesenjangan
antara kondisi yang ada dengan kondisi yang diharapkan. Masalah ditanggapi
secara berbeda antara orang yang satu dengan orang lainnya. Bagi si A, masalah
si B justru merupakan keuntungan atau kepuasan. Atau, bagi si B, masalah si A
justru merupakan kerugian bagi dirinya.
Kini kita akan membicarakan masalah pembuatan keputusan manajerial. Keputusan manajerial yang dibuat berbeda dengan keputusan individual. Keputusan manajerial dibuat dengan mempertimbangkan tujuan organisasi dan disesuaikan dengan keberadaan organisasi secara keseluruhan. Keputusan manajerial memiliki efek yang luas ketimbang keputusan individual.
Pembicaraan mengenai
pembuatan keputusan manajerial selain pembuatan keputusan per se, juga
membicarakan kondisi yang mempengaruhi pembuatan keputusan, gaya pembuatan
keputusan manajerial, dan perangkat kuantitatif guna membantu pembuatan
keputusan.
Pembuatan Keputusan Manajerial
Seorang manajer harus,
secara terus-menerus, membuat keputusan. Keputusan dibuat dalam rangka
menyelesaikan masalah. Pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah adalah
proses berkelanjutan dalam hal evaluasi atas kondisi organisasi atau masalah
yang muncul, mempertimbangkan alternatif, membuat pilihan, dan
tindakan-tindakan yang diperlukan sebagai bagian dari keputusan.
Dalam satu kondisi,
pembuatan keputusan dapat singkat. Dalam situasi lain, proses dapat memakan
waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan bahkan tidak pernah diambil
keputusan sama sekali. Seluruh proses pembuatan keputusan bergantung pada
ketepatan informasi yang tersedia bagi orang yang tepat dan saat yang tepat.
Alur proses pembuatan
keputusan sekurangnya sebagai berikut:
1.
Menentukan masalah.
2.
Menentukan batasan.
3.
Mengembangkan
alternatif jawaban.
4.
Menganalisa setiap
alternatif.
5.
Memilih alternatif.
6.
Melaksanakan
keputusan.
7.
Memastikan sistem
kontrol dan evaluasi atas keputusan.
Kini, mari kita bahas langkah-langkah di atas satu per satu:
Menentukan Masalah. Proses pembuatan keputusan diawali
dengan identifikasi masalah oleh manajer. Masalah tersebut harus yang
sesungguhnya, bukan rekaan. Jika masalah tidak ditentukan secara akurat, setiap
langkah pengambilan keputusan akan salah pijakannya dan keputusan pun tidak
akan menyelesaikan masalah yang sesungguhnya. Salah satu cara mengenali masalah
yang sesungguhnya adalah dengan memisahkan masalah dari kembangan-kembangannya
(simptom).
Ellen A. Benowitz
mengklasikan antara masalah dan simptom-nya sebagai berikut :
---------------Tabel 3
Simptom dan Masalah versi Benowitz-------------------
Menentukan Batasan
Masalah. Setiap manajer
ingin membuat keputusan terbaik. Untuk itu, mereka harus punya sumber daya yang
ideal seperti informasi, waktu, personil, perlengkapan, dan supply serta
kemampuan menentukan batasan masalah.
Secara realitis,
manajer beroperasi di suatu lingkungan yang normalnya tidak menyediakan sumber
daya ideal. Misalnya, mereka kekurangan anggaran atau tidak punya informasi dan
budget yang cukup. Sebab itu, mereka harus menentukan batasan masalah
disela-sela kekurangan tersebut.
Mengembangkan
Alternatif Jawaban. Tekanan waktu
kerap menyebabkan manajer hanya membuat keputusan berdasar satu pertimbangan
jawaban. Namun, penyelesaikan masalah yang baik harus melalui pengujian, dan
pemberian keputusan secara cepat bukanlah solusi permanen. Sebab itu, manajer
harus berpikir melalui dan menyelidiki beberapa solusi alternatif bagi satu
masalah sebelum cepat membuat keputusan.
Salah satu metode
terkenal dalam membangun alternatif adalah “brainstorming.”Pada metode ini,
sekelompok manajer bekerja secara bersama untuk menghasilkan gagasan dan solusi
alternatif. Asumsi di balik brainstorming adalah, dinamika kelompok akan merangsang
pemikiran. Pemikiran manajer A bertemu dengan manajer B, dan seterusnya.
Gagasan tersebut menular pada satu sama lain dan solusi pun mengalir. Biasanya
metode brainstorming memakan waktu 30 menit hingga 1 jam. Dalam brainstorming,
terdapat aturan sebagai berikut:
1.
Konsentrasi pada
Masalah. Aturan ini membatasi diskusi dan menghindari kecenderungan meluaskan
persoalan atau membahas masalah lain.
2.
Sikapi seluruh
Gagasan. Idealnya, makin banyak ide yang muncul makin baik. Dengan kata lain,
tidak ada ide yang buruk. Upaya membebaskan kelompok tersebut untuk menawarkan
jawaban adalah penting. Partisipan harus melontarkan gagasan, betapapun
konyolnya itu.
3.
Penekanan pada Gagasan
yang Cocok. Seluruh penilaian jangan dulu dilakukan sebelum seluruh pemikiran
dilontarkan, dan kelompok manajer tersebut harus menentukan gagasan terbaik.
Selain metode brainstorming, metode pencarian alternatif jawaban dapat berupa NominalGroup ataupun Delphi. NominalGroup melibatkan penggunaan pertemuan yang terstruktur, lengkap dengan agenda, dan membatasi diskusi atau komunikasi pribadi selama proses pembuatan keputusan. Teknik Delphi adalah teknik dimana partisipan tidak bertemu muka, tetapi pemimpin kelompok menggunakan kuesioner untuk membuat keputusan.
Menganalisa setiap
alternatif. Tujuan langkah ini
adalah menguji daya jawab masing-masing alternatif jawaban. Manajer harus
mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternatif sebelum membuat
keputusan akhir. Evaluasi atas alternatif dapat dilakukan dengan sejumlah cara,
misalnya:
1.
Menentukan pro dan
kontra setiap alternatif
2.
Melakukan analisis
untung-rugi atas tiap alternatif
3.
Mempertimbangkan
feasibility (dapatkan dilakukan?), efektivitas (bisakah menyelesaikan
masalah?), dan konsekuensi (apa dampaknya secara finansial dan non finansial
bagi organisasi).
Memilih Alternatif. Setelah manajer memilih seluruh alternatif, ia wajib memutuskan satu yang terbaik. Alternatif terbaik adalah yang menghasilkan banyak keuntungan dan sedikit ruginya. Kadang, proses pemilihan dapat berlangsung cepat seperti yang banyak pro-nya ketimbang kontra-nya. Kadang pula, solusi optimal merupakan kombinasi antar alternatif.
Melaksanakan
Keputusan. Manajer dibayar
untuk membuat keputusan. Namun, sesungguhnya juga mereka dibayar untuk
memperoleh hasil dari keputusan tersebut. Hasil positif harus mengikuti suatu
keputusan. Setiap orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan harus tahu
peran mereka masing-masing atas keputusan tersebut. Guna memastikan pekerja
paham perannya, manajer harus menggunakan program, prosedur, aturan, atau
kebijakan guna membantu mereka dalam proses pembuatan keputusan.
Memastikan sistem
kontrol dan evaluasi atas keputusan. Tindak penerapan keputusan harus dimonitor. Sistem
evaluasi harus menghasilkan umpan balik seputar berapa baik keputusan
diterapkan. Apa saja hasilnya, dan penyesuaian apa yang dibutuhkan untuk
beroleh hasil yang dimaksud tatkala keputusan dibuat.
Dalam rangka
mengevaluasi keputusannya, manajer perlu mengumpulkan informasi guna menentukan
efektivitasnya. Apakah masalah sesungguhnya terselesaikan? Jika tidak, apakah
keputusan itu mendekati penyelesaian masalah yang sesungguhnya atau sekadar
baru menghampiri masalah?
Jika keputusan yang
dibuat seorang manajer tidak menyelesaikan masalah, ia perlu menggambarkan apa
yang salah. Manajer bisa melakukannya secara berikut:
1.
Salahkah alternatif
jawabannya? Jika “ya” mungkin alternatif lain lebih cocok.
2.
Apakah alternatif
jawaban yang benar tidak dilaksanakan secara sempurna? Jika “ya” manajer harus
fokus pada langkah penerapan ketimbang membuat keputusan baru.
3.
Apa masalah intinya
tidak dikenali secara tepat? Jika “ya” proses pembuatan keputusan kembali harus
dilakukan dari awal.
4.
Apa waktunya mencukupi
untuk menerapkan keputusan yang dibuat? Jika “tidak” manajer harus memberi
tambahan waktu dan mengevaluasi ulang di masa datang.
Kondisi yang Mempengaruhi Pembuatan Keputusan
Keputusan tidak dibuat
di ruang hampa. Terdapat sejumlah kondisi yang mempengaruhi keputusan-keputusan
yang diambil seorang manajer. Berdasarkan sifatnya, keputusan dapat
dikategorikan sebagai keputusan (1) Terprogram dan (2) Tidak Terprogram.
Berdasarkan kemungkinan kegagalannya, keputusan dibuat dalam kondisi: (1)
Kepastian, (2) Risiko, (3) Ketidakpastian, dan (4) Ambiguitas. Bagan lengkapnya
sebagai berikut:[2]
Gambar 3 Sifat Keputusan versi Daft and Marcic
Semakin mendekati
situasi pasti, gagalnya suatu keputusan untuk menyelesaikan masalah semakin
rendah. Semakin mendekati situasi ambiguitas, gagalnya suatu keputusan untuk
menyelesaikan masalah semakin tinggi. Semakin mendekati situasi kepastian,
keputusan terprogram bisa dilaksanakan. Semakin mendekati situasi ambiguitas,
keputusan tidak terprogram kerap harus dibuat.
Keputusan Terprogram.
Keputusan ini melibatkan situasi yang kerap terjadi sehingga memungkinkan suatu
keputusan dikembangkan dan diterapkan di masa mendatang. Keputusan ini
merupakan respon atas masalah yang berulangkali muncul. Termasuk ke dalamnya,
misalnya, keputusan untuk memperbaharui stok kertas dan alat tulis mingguan
atau bulanan. Keputusan Terprogram memungkinkan manajer mendelegasikannya
kepada bawahan sehingga ia bisa fokus pada masalah lain.
Keputusan Tidak
Terprogram. Keputusan ini
dibuat sebagai respon atas situasi unik, kurang didefinisikan, tidak
terstruktur, dan punya konsekuensi besar atas organisasi. Keputusan untuk
membuat pabrik baru, membuat produk baru, memasuki wilayah pasar baru, atau
memindahkan kantor ke lain lokasi merupakan misal dari Keputusan Tak
Terprogram.
Daft and Marcic
memberi contoh untuk keputusan ini yaitu keputusan Exxon Mobil mendirikan
konsorsium guna menyedot minyak di Siberia (Rusia Utara). Selaku salah satu
investor terbesar di Rusia, konsorsium tersebut menghabiskan 4,5 juta dollar
sebelum “menyedot” barrel pertama dan diperkirakan menyita modal 12 juta
dollar. Ia mampu memproduksi 250.000 barrel per hari, sekitar 10% total
produksi Exxon di seluruh dunia. Namun, jika perkiraan meleset, raksasa minyak
tersebut yang telah menginvestasikan 4 juta dollar akan terkapar.
Kepastian. Artinya seluruh informasi yang dibutuhkan
pembuat keputusan tersedia. Manajer punya informasi seputar kondisi
operasional, biaya sumberdaya atau hambatan, sehingga keputusan bisa diambil
dan dilaksanakan lewat serangkaian tindakan yang terukur.
Risiko. Artinya keputusan punya tujuan jelas dan
dan informasi tersedia, tetapi hasil di masa datang dari setiap alternatif
dalam kemungkinan berubah. Kendati demikian, informasi yang mencukupi tersedia
untuk memungkinkan hasil yang diharapkan bagi setiap alternatif. Misalnya,
untuk memutuskan lokasi baru McDonald dapat menganalisasi aspek demografi, pola
lalu lintas, persediaan barang, dan kompetisi yang potensialbagi setiap
alternatif lokasi yang mereka miliki.
Ketidakpastian. Artinya manajer tahu tujuan apa yang
mereka ingin capai, tetapi informasi alternatif dan peristiwa di masa datang
tidak lengkap. Manajer tidak punya informasi yang cukup seputar alternatif atau
menaksir risiko. Faktor-faktor yang berdampak pada keputusan misalnya harga,
biaya produksi, volume, atau tingkat suku bunga di masa datang sulit dianalisa
dan diprediksi. Manajer mungkin harus membuat asumsi guna memaksakan sebuah
keputusan, tetapi jika asumsi salah, keputusan juga bisa salah.
Ambiguitas. Artinya tujuan yang hendak dicapai atau
masalah yang hendak diselesaikan tidak jelas, alternatif sulit ditentukan, dan
informasi seputar hasil tidak tersedia. Ambiguitas tampak seperti apa yang
dirasakan siswa tatkala guru membentuk kelompok tetapi tidak memberi topik
bahasan, arahan, atau tugas-tugas sehingga siswa meraba-raba apa yang
diinginkan si guru.
Model-model Pembuatan
Keputusan
Biasanya, pendekatan
yang digunakan seorang manajer tatkala mengambil keputusan jatuh ke dalam tiga
kategori : (1) Model Klasik, (2) Model Administratif, dan (3) Model Politik.
Pilihan atas setiap model bergantung pada pilihan personal tiap manajer, apakah
keputusan Terprogram atau Tidak Terprogram, dan karakter situasi seperti
risiko, ketidakpastian, atau ambiguitas.
Model Klasik. Model ini didasarkan atas asumsi bahwa
manajer seharusnya membuat keputusan-keputusan yang masuk akal yang sekaligus
merupakan kepentingan ekonomi terbaik bagi organisasi. Model ini berdasarkan
atas 4 asumsi (anggapan dasar) yaitu:
1.
Pembuat keputusan
bertindak untuk memenuhi tujuan yang diketahui dan disetujui. Masalah
diformulasikan dan didefinisikan secara tepat.
2.
Pembuat keputusan
menghadapi situasi kepastian, beroleh informasi lengkap. Seluruh alternatif dan
pemetaan hasil dapat dikalkulasi.
3.
Kriteria
pengevaluasian alternati diketahui. Pembuat keputusan memilih alternatif yang
akan memaksimalkan hasil ekonomi bagi organisasi.
4.
Pembuat keputusan
bercorak rasional dan menggunakan logika dalam menghadapi nilai-nilai, meminta
pilihan, mengevaluasi alternatif, dan membuat keputusan yang akan memaksimalkan
pencapaian tujuan organisasi.
Model Klasik juga disebut model normatif karena menjelaskan bagaimana pembuat keputusan seharusnya membuat keputusan. Ia bukan menjelaskan bagaimana manajer sesungguhnya membuat keputusan. Guna dari model klasik ini adalah kemampuannya membantu manajer untuk membuat manajer bersikap rasional atau lebih rasional lagi, karena banyak manajer cenderung membuat keputusan berdasarkan intuisi dan pilihan pribadi.
Model Administratif. Model ini menjelaskan bagaimana manajer
sesungguhnya membuat keputusan dalam situasi yang dicirikan oleh keputusan
Tidak Terprogram, ketidakpastian, dan ambiguitas. Model ini muncul karena
banyak keputusan manajerial bukanlah bercorak Terprogram dan manajer tidak
mampu membuat keputusan yang rasional secara ekonomi kendatipun mereka
menginginkannya.
Model Administratif
dalam pembuatan keputusan didasarkan atas karya Herbert Alexander Simon. Simon
mengajukan dua konsep yang dapat digunakan dalam membentuk model administratif:
(1) Rasionalitas Terbatas dan (2) Pemuasan.
Rasionalitas Terbatas
adalah konsep bahwa orang hanya punya waktu dan kemampuan kognitif (mengetahui)
yang terbatas dalam memproses informasi yang mendasari suatu keputusan.
Keterbatasan seorang manajer untuk memproses informasi organisasi yang rumit
dan terbatasnya waktu yang mereka miliki adalah dasar dari Rasionalitas
Terbatas.
Sementara yang
dimaksud dengan Pemuasan adalah pembuat keputusan memilih alternatif solusi
pertama yang memuaskan kriteria keputusan yang minimal. Ketimbang mempelajari
seluruh alternatif untuk menjawab satu permasalahan, manajer akan memilih
solusi pertama yang muncul guna menjawab permasalahan, kendati pada alternatif
lainnya solusi yang lebih baik mungkin akan ditemui. Manajer tidak dapat
mengendalikan waktu dan biaya untuk menganalisis seluruh alternatif jawaban.
Asumsi Model Administratif adalah:
1.
Tujuan keputusan kerap
konfliktual dan kurang konsensus di antara para manajer. Manajer kerap kurang
tanggap atas masalah dan peluang yang ada dalam organisasi.
2.
Prosedur rasional
tidak selalu digunakan, yang kendatipun ada, mereka dianggap pandangan yang
simplistik atas masalah yang tidak mampu menangkap kerumitan organisasi yang
sesungguhnya.
3.
Pencarian manajer atas
alternatif terbatas akibat hambatan manusia, informasi, dan sumber daya.
4.
Sebagian besar manajer
cenderung pada solusi pemuasan ketimbang maksimal, sebagian akibat mereka hanya
punya informasi terbatas dan sebagian karena mereka hanya mengenali kriteria
yang mereka pahami saja.
Model Administratif juga menggunakan intuisi. Intuisi adalah pengenalan instant atas situasi keputusan berdasar pengalaman manajer sebelumnya tetapi tanpat pemikiran yang sadar. Pembuatan keputusan secara intuitif bukanlah irasional karena ia didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun dan penanganan langsung atas masalah oleh seorang manajer.
Model Politik. Model ini berguna untuk membuat
keputusan Tidak Terprogram dengan kondisi ketidakmenentuan, terbatasnya
informasi, dan manajer saling berbantahan seputar tujuan yang hendak dicapai
atau tindakan apa yang harus dibuat. Dalam organisasi, kerap masing-masing
manajer mengejar tujuan yang berbeda dan mereka harus bicara satu sama lain
untuk sharing informasi dan meraih kesepakatan.
Untuk membangun
kesepakatan dan mengejar tujuan, para manajer membangun koalisi. Koalisi adalah
aliansi informal di antara para manajer yang mendukung tujuan spesifik yang
sama. Model Politik paling mendekati situasi pembuatan keputusan yang
sesungguhnya. Asumsi yang mendasari model ini adalah:
1.
Organisasi terdiri
atas sejumlah kelompok yang beda kepentingan, tujuan, dan nilai-nilai. Para
manajer menunjukkan kondisi saling tidak setuju, punya prioritas
sendiri-sendiri, dan mungkin tidak saling memahami berbagai tujuan dari
pengambilan keputusan tersebut.
2.
Informasi bersifat
ambigu dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional dibatasi oleh kerumitan dari
sejumlah masalah seperti halnya dengan hambatan-hambatan personal dan
keorganisasian.
3.
Manajer tidak punya
waktu, sumber daya atau kapasitas mental untuk mengidentifikasi seluruh dimensi
masalah dan memproses infomasi-informasi yang relevan. Manajer saling bicara
satu sama lain dan bertukar sudut pandang guna memperoleh informasi dan
mengurangi ambiguitas.
4.
Manajer terlibat dalam
tarik ulur perdebatan untuk memutuskan tujuan pengambilan keputusan seraya
mendiskusikan alternatif keputusan. Keputusan yang dihasilkan adalah hasil
tawar menawar dan diskusi di antara anggota koalisi.
-------------------------------------
Referensi
1.
Stephen P. Robbins and
Mary Coulter, Management, 9th Editon (Uttar Pradesh: Dorling
Kindersley, 2009) p.157.
2.
Richard L. Daft and
Dorothy Marcic, Understanding Management, 6th Edition (Mason, Ohio:
South-Western Cengage Learning, 2009) p.200.
PELAPORAN
KEPADA MANAJEMEN
Pengembangan
Keputusan dan Laporan-laporan Manajemen
Komponen sistem informasi manajemen adalah seluruh elemen yang membentuk suatu sistem informasi. Komponen sistem informasi terbagi menjadi dua yaitu komponen Sistem informasi manajemen secara fungsional dan sistem informasi manajemen secara fisik :1. Komponen Sistem Informasi Manajemen Secara Fungsional
Komponen sistem informasi adalah seluruh komponen yang berhubungan dengan teknik pengumpulan data, pengolahan, pengiriman, penyimpanan, dan penyajian informasi yang dibutuhkan untuk manajemen, meliputi:
a. Sistem Administrasi dan Operasional
Sistem ini melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin seperti bagian personalia, administrasi dan sebagainya dimana telah ditentukan prosedur-prosedurnya dan sistem ini harus diteliti terus menerus agar perubahan-perubahan dapat segera diketahui.
b. Sistem Pelaporan Manajemen
Sistem ini berfungsi untuk membuat dan menyampaikan laporan-laporan yang bersifat periodik kepada pengambil keputusan atau manajer.
b. Sistem Database
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan data dan informasi oleh beberapa unit organisasi, dimana database mempunyai kecenderungan berkembang sejalan dengan perkembangan organisasi, sehingga interaksi antar unit akan bertambah besar yang menyebabkan informasi yang dibutuhkan juga akan semakin bertambah.
c. Sistem Pencarian
Berfungsi memberikan data atau informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan sesuai dengan permintaan dan dalam bentuk yang tidak terstruktur.
d. Manajemen Data
Berfungsi sebagai media penghubung antara komponen-komponen sistem informasi dengan database dan antara masing-masing komponen sistem informasi.
Komponen sistem informasi manajemen adalah seluruh elemen yang membentuk suatu sistem informasi. Komponen sistem informasi terbagi menjadi dua yaitu komponen Sistem informasi manajemen secara fungsional dan sistem informasi manajemen secara fisik :1. Komponen Sistem Informasi Manajemen Secara Fungsional
Komponen sistem informasi adalah seluruh komponen yang berhubungan dengan teknik pengumpulan data, pengolahan, pengiriman, penyimpanan, dan penyajian informasi yang dibutuhkan untuk manajemen, meliputi:
a. Sistem Administrasi dan Operasional
Sistem ini melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin seperti bagian personalia, administrasi dan sebagainya dimana telah ditentukan prosedur-prosedurnya dan sistem ini harus diteliti terus menerus agar perubahan-perubahan dapat segera diketahui.
b. Sistem Pelaporan Manajemen
Sistem ini berfungsi untuk membuat dan menyampaikan laporan-laporan yang bersifat periodik kepada pengambil keputusan atau manajer.
b. Sistem Database
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan data dan informasi oleh beberapa unit organisasi, dimana database mempunyai kecenderungan berkembang sejalan dengan perkembangan organisasi, sehingga interaksi antar unit akan bertambah besar yang menyebabkan informasi yang dibutuhkan juga akan semakin bertambah.
c. Sistem Pencarian
Berfungsi memberikan data atau informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan sesuai dengan permintaan dan dalam bentuk yang tidak terstruktur.
d. Manajemen Data
Berfungsi sebagai media penghubung antara komponen-komponen sistem informasi dengan database dan antara masing-masing komponen sistem informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar